Adriano merupakan salah satu talenta sepak bola paling berbakat yang pernah dimiliki Brasil. Sayangnya, karier gemilangnya tak bertahan laa.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/2887346/original/071708400_1566296521-000_Par481940.jpg)
Jakarta Nama Adriano Leite Ribeiro atau yang akrab DISEBUT Adriano pernah dipandang sebagai salah satu talenta paling cemerlang dalam sepak bola Brasil.
Di masa kejayaannya bersama Inter Milan, dia dikenal sebagai sosok pemain depan mematikan berkat kekuatan, kecepatannya yang luar biasa, kemampuan teknis cemerlang, hingga kaki kiri yang tajam.
Situs Transfermarkt mencatat Adriano sanggup membukukan 74 gol ditambah 28 assists dalam 177 penampilan di semua kompetisi saat tampil gemilang untuk Nerazzurri.
Bahkan, bintang sepak bola asal Swedia, Zlatan Ibrahimovic, pernah terang-terangan mengungkap kekagumannya pada Adriano dan mengaku senang berduel dengan pria Brasil di lapangan, meski menyayangkan hal itu tak berlangsung lama.
“Dia (Adriano) bisa menembak dari segala sudut, dan tak ada yang bisa menjegalnya. tidak ada yang bisa merebut bola dari dia, dia benar-benar pemain yang luar biasa,” ujar Ibrahimovic dalam Sport Bible pada 2020, sebagaimana dilansir Goal International.
“Saya senang bermain dengannya, bermain melawannya, tapi sayang sekali itu cuma berlangsung sebentar,” tambah dia.
Bukan cuma soal kecemerlangannya yang tak bertahan lama. Sosok Adriano kian menjadi sorotan lantaran terjerumus pada kecanduan alkohol dan pesta pora jelang pengujung kariernya. Dia juga sempat disebut terlibat dengan salah satu kelompok kriminal berpengaruh di Brasil.
Lantas bagaimana awal dan perjalanan karier Adriano hingga kembali ke dunia ‘gelap’ di negara asalnya? Simak ulasannya pada halaman berikut ini.
Awal Karier Adriano: Tumbuh di Favela
:strip_icc()/kly-media-production/medias/188407/original/img_adriano-1.jpg)
LitasFakta.info – Goal International, Adriano tumbuh di favela Vila Cruzeiro. Kawasan itu terkenal di Rio de Janeiro sebagai lingkungan yang rawan kejahatan, kekerasan, dan korupsi.
Adriano kecil bersama keluarganya di liputi kemiskinan, hingga cuma bisa memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Terlepas dari itu, Adriano tak kehilangan semangat dan tetap rajin mengasah kemampuan sepak bolanya dengan bermain di jalan.
Di usia tujuh tahun, Adriano akhirnya selangkah lebih dekat dengan mimpinya. Setelah keluarganya mengumpulkan uang, Adriano bisa bersekolah di Gavea dan bergabung dengan akademi Flamengo. Kerja kerasnya lantas di bayar dengan keberhasilan menembus tim utama saat baru menginjak usia 16 tahun.
Pencapaiannya berlanjut hingga menjadi debutan termuda Timnas Brasil pada umur 18 tahun, kemudian bakatnya di identifikasi oleh klub raksasa Serie A Inter Milan.
Dapat Julukan Kaisar di Inter Milan
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4545592/original/022594300_1692604435-000_PAR2005082807026.jpg)
Setelah bergabung dengan Inter Milan pada musim panas 2001, Adriano langsung menunjukkan penampilan sensasional saat melakoni laga persahabatan pramusim melawan Real Madrid di Santiago Bernabeu.
Masuk sebagai pengganti di babak kedua, pemain asal Brasil itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda gugup. Malahan, Adriano berhasil unjuk gigi dengan melepas tembakan keras yang menaklukkan kiper Los Blancos Iker Casillas kala itu, setelah Inter mendapat peluang tendangan bebas dari tepi kotak penalti.
Performanya kala itu membuat kapten klub, Javier Zanetti, langsung mengecap dia sebagai ‘Ronaldo baru’. Ia juga mendapat julukan ‘Kaisar Milan’ di masa-masa kejayaan tersebut.
“Di puncak kariernya, dia setara dengan Ronaldo sebagai pemain yang paling sulit di hentikan di lapangan,” ujar mantan bek Empoli yang pernah berhadapan dengan Adriano, Emilson Cribari, kepada ESPN pada 2022 silam.
“Ada foto terkenal (yang menampilkan) dia berselebrasi tanpa mengenakan baju di pertandingan, membuat dia mendapat julukan Kaisar. Saya yang kala itu menjaga dia (di lapangan). Dia juga mencetak gol saat melawan kami. Hari itu saya melihat semua kekuatan dan kualitasnya,” tambah dia.
Bukan hanya di level klub, Adriano juga bersinar dengan tim nasional. Meski harus menunggu untuk menjadi pemain reguler di Brasil, dia berhasil tembus ke skuad racikan Carlos Alberto Parreira untuk Copa America 2004.
Adriano mengantarkan timnya mengangkat trofi turnamen sekaligus menyabet gelar individu pemain terbaik kala itu.
Kejatuhan Karier Adriano
:strip_icc()/kly-media-production/medias/2722665/original/066302400_1549526227-000_DV476414.jpg)
Sayangnya belum lama bersinar, karier Adriano mengalami kejatuhan usai panggilan telepon pada 3 Agustus 2004. Dia menerima kabar bahwa ayahnya meninggal dunia di usia 44 tahun akibat serangan jantung.
Kapten timnya kala itu, Zanetti bercerita bahwa Adriano terasa berbeda selepas panggilan itu Dia sempat berteriak usai kehilangan sumber dukungan terbesar sekaligus sosok yang mendorong dia mewujudkan mimpi.
Selepas kejadian menyakitkan tersebut, Adriano sebenarnya masih cukup produktif di kampanye 2004/2005. Sang pemain sering kali mendedikasikan gol untuk mendiang ayahnya. Namun di balik itu, Adriano sendiri mengakui bahwa cintanya pada sepak bola tidak pernah sama lagi.
“Kecintaan saya pada sepak bola tidak pernah sama lagi. berada di seberang lautan di Italia, jauh dari keluarga, dan saya tak mampu menghadapinya,” ujarnya kepada Player’s Tribune, dilansir Goal International.
“Saya jadi depresi berat. Saya mulai banyak minum. benar-benar tak ingin berlatih. Itu sama sekali tak ada hubungannya dengan Inter. Saya hanya ingin pulang,” tambahnya.
Perubahan Berat Badan hingga Perpisahan dengan Inter
:strip_icc()/kly-media-production/medias/165889/original/img_adriano-4.jpg)
Adriano setelahnya mulai mengalami masalah berat badan. Dia juga beberapa kali di ganggu cedera ringan. Kendati begitu, dia masih bermain dalam skuad Inter Milan yang meraih gelar Coppa Italia dan Supercoppa Italiana 2005/2006 serta menyabet Scudetto buntut skandal Juventus dan AC Milan.
Sayangnya memasuki usia 24 tahun, motivasi Adriano kian melorot. Dia kerap absen dari laga dan terlibat perselisihan dengan para petinggi Inter Milan. Sebagai konsekuensi, Adriano sempat dikirm ke Brasul untuk cuti tanpa menerima gaji selama satu setengah tahun pada November 2007.
Dia juga sempat menjalani rehabilitasi fisik dan psikis di pusat pelatihan Sao Paulo. Namun, aksi-aksinya di luar lapangan tak berhenti. Dia malah sering menikmati kehidupan malam di klub, hingga tak lama di pulangkan ke San Siro yang kala itu berada di bawah pengawasan Jose Mourinho.
Adriano sebenarnya sempat menunjukkan kilat comeback, kendati jarang di mainkan oleh pelatih Jose Mourinho. Namun, fokusnya tak bertahan lama. Inter pada akhirnya memilih membatalkan kontrak Adriano setahun lebih awal. Dia lalu kembali ke Flamengo, yang di sambut dengan tangan terbuka.