Lintasfakta.info – El Clasico akhir pekan lalu bukan hanya soal hasil akhir 2-1 untuk Real Madrid, tapi juga soal satu nama yang kembali mencuri perhatian: Lamine Yamal.
Pemain muda Barcelona itu menciptakan drama, bukan lewat gol atau assist, melainkan lewat sikap dan kata-kata yang berbalik jadi bumerang.
Setelah peluit panjang berbunyi, Yamal mendatangi Dani Carvajal untuk berjabat tangan. Tapi kapten Real Madrid itu menolak dan justru menegurnya dengan kata-kata tajam:
“Anda terlalu banyak bicara.” Perselisihan pun memanas, dengan Thibaut Courtois dan Vinicius Junior ikut turun tangan.
Semua bermula dari ulah Yamal sebelum laga, komentar provokatif yang viral di media sosial dan ternyata di bawa hingga ruang ganti Madrid. Di lapangan, performanya pun tak sesuai ekspektasi. Ia kehilangan kepercayaan diri, tak berbahaya seperti biasanya, dan jadi sorotan tajam.
Kini muncul pertanyaan besar bagi Barcelona: bisakah mereka meminta seorang jenius berusia 18 tahun untuk bersikap tenang di luar lapangan, sementara di atas lapangan ia di tuntut untuk tampil luar biasa setiap minggu.
Dari Canda Jadi Kontroversi
Segalanya berawal dari acara hiburan ringan di Kings League, kompetisi mini yang di organisasi Gerard Pique. Dalam suasana santai, Yamal bercanda menyebut Real Madrid sebagai “pencuri dan pengeluh.”
Ia juga menyindir kemenangan besar Barcelona musim lalu di Bernabeu: “Saya sudah mencetak gol di sana … berapa waktu itu, 4-0 ya?”
Ucapan itu mungkin di maksudkan sebagai gurauan, tapi efeknya serius. Madrid kabarnya menjadikan pernyataan itu sebagai bahan motivasi menjelang El Clasico. Begitu laga di mulai, semua “canda” itu kembali padanya dalam bentuk tekanan nyata di lapangan.
Para pendukung Barcelona pun terbelah. Sebagian menilai Yamal terlalu arogan untuk pemain seusianya, sementara yang lain menganggapnya hanya melakukan apa yang dilakukan banyak bintang muda, terlalu percaya diri.
Yamal di Lapangan
Ironisnya, justru di laga yang seharusnya membuktikan kualitasnya, Yamal tampil di bawah standar. Ia menyentuh bola sebanyak 79 kali, kehilangan penguasaan bola 22 kali, dan tak melepaskan satu pun tembakan tepat sasaran.
Tanpa Hansi Flick di pinggir lapangan, karena masih menjalani hukuman kartu merah, Barcelona seperti kehilangan arah. Asisten pelatih Marcus Sorg yang memimpin tim mengakui Yamal kesulitan menghadapi tekanan Bernabeu.
“Hari ini tidak mudah baginya. Ia masih belajar menghadapi penonton yang mencemooh dan bersiul. Tapi itu normal,” katanya.
Sorg juga menambahkan bahwa Madrid bertahan dengan sangat baik. Namun bagi banyak penggemar Barcelona, penampilan Yamal dianggap sebagai bukti bahwa mental sang remaja belum cukup matang untuk atmosfer sebesar El Clasico, apalagi setelah komentar provokatifnya sendiri.
Faktor Fisik dan Mental
Selain tekanan psikologis, kondisi fisik Yamal juga menjadi perhatian. Ia di ketahui masih menahan rasa sakit akibat cedera pangkal paha yang belum sepenuhnya pulih. Menurut sumber klub, cedera itu akan terus menjadi masalah jangka panjang yang harus di kelola hati-hati.
Kelelahan dan rasa nyeri mungkin berkontribusi pada performa buruknya di Bernabeu. Namun, di luar itu, banyak pihak menilai bahwa eksposur berlebihan terhadap sorotan publik membuat Yamal kehilangan fokus.
Ia kini bukan hanya simbol kebangkitan Barcelona, tapi juga figur komersial terbesar klub di usianya yang baru 18 tahun.
Kondisi ini memperlihatkan realitas pahit di Camp Nou: tak ada figur senior yang bisa mengarahkan atau menasihati Yamal dengan cukup tegas. Ia di biarkan menjadi pusat perhatian tanpa pengaman emosional, sementara tekanan terus bertambah.