Awal yang Menggetarkan Rahasia Percintaan Terlarang
LintasFakta.Info – Pagi itu, Arvino melangkah cepat menembus keramaian ibu kota. Sepatunya menyentuh lantai marmer lobi gedung tinggi milik Laras Dewantara, wanita yang dikenal berwibawa dan tak pernah kalah dalam bisnis. Detak jantungnya beradu dengan langkahnya sendiri, seolah menyadari bahwa hari itu akan mengubah segalanya.
Begitu lift berhenti di lantai teratas, Arvino menarik napas dalam, lalu masuk ke ruang rapat besar. Di sana, Laras berdiri menatap jendela lebar yang menampilkan pemandangan kota. Cahaya pagi menyentuh siluetnya, menciptakan bayangan lembut di balik tubuhnya yang tegap.
“Kamu Arvino?” tanyanya datar tanpa menoleh.
“Iya, Bu. Saya baru dari HRD,” jawabnya cepat.
Laras berbalik perlahan. Tatapannya tepat menembus pandangan Arvino, dan dalam sekejap, udara di ruangan itu terasa berbeda. Dari sana, kisah tak terduga mulai terbentuk — kisah tentang ambisi, kepercayaan, dan perasaan yang tumbuh di tempat yang seharusnya netral.
Kedekatan yang Tak Direncanakan Rahasia Percintaan Terlarang
Hari demi hari, Arvino menunjukkan kemampuannya tanpa ragu. Ia menyelesaikan laporan lebih cepat, menemukan ide baru, dan selalu siap membantu tim. Setiap gerakannya menarik perhatian Laras, dan perlahan, Laras mulai mengandalkan kehadirannya.
Suatu malam, setelah rapat panjang, kantor nyaris kosong. Hanya suara hujan yang menetes di luar jendela. Arvino masih duduk di meja kerjanya, sementara Laras menyandarkan diri di depan kaca, menatap lampu-lampu kota yang berpendar lembut.
“Kamu tahu, Vin,” katanya tiba-tiba, “kadang aku lupa rasanya tenang. Dunia ini bergerak terlalu cepat.”
“Tapi Bu, justru itu yang bikin Ibu kuat,” jawab Arvino dengan yakin.
Laras menoleh perlahan, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak.
“Kamu bicara seolah tahu aku.”
“Saya belajar dari yang saya lihat,” ucap Arvino sambil tersenyum tipis.
Sejak malam itu, keduanya mulai sering berinteraksi di luar jam kerja. Awalnya sekadar urusan kantor, tapi kemudian pembicaraan mereka melebar ke hal-hal pribadi, ke masa lalu, bahkan ke mimpi yang dulu terkubur.
Ketegangan di Antara Dua Dunia Rahasia Percintaan Terlarang
Semakin hari, hubungan mereka semakin rumit. Laras terjebak antara logika dan perasaan, sementara Arvino terus berjuang menyeimbangkan hormat dan ketertarikan. Mereka menyembunyikan kedekatan itu dengan hati-hati, namun bisik-bisik kantor mulai menyebar cepat.
Di sisi lain, dewan direksi mulai menekan Laras. Mereka menuduhnya kehilangan objektivitas. Laras menahan amarah, tapi ia juga tahu — satu langkah salah bisa menghancurkan reputasinya yang ia bangun selama dua puluh tahun.
Suatu malam, Laras memanggil Arvino ke ruang pribadinya.
“Vin, kita harus berhenti,” katanya lirih.
“Kenapa?”
“Karena orang-orang tidak akan pernah melihat ini dengan cara yang benar.”
Arvino menatap matanya tanpa gentar.
“Kalau begitu biar mereka salah. Kita nggak harus hidup dari pandangan orang lain.”
Namun, Laras menggeleng perlahan, lalu berdiri dan melangkah ke arah jendela. Hujan mulai turun lagi — seperti malam ketika mereka pertama kali jujur.
“Kamu masih muda, Vin. Dunia akan membentukmu lebih jauh. Aku nggak boleh jadi alasan kamu berhenti.”
Jarak dan Pertemuan
Beberapa hari kemudian, Laras mengumumkan kepindahannya ke cabang Singapura. Keputusan itu mengguncang banyak orang, termasuk Arvino. Ia tidak mencoba menahannya, tapi mengabadikan setiap momen terakhir bersamanya dalam diam.
Ketika hari keberangkatan tiba, Laras menatap Arvino untuk terakhir kali di bandara.
“Teruslah maju, Vin,” katanya lembut.
“Dan Ibu jangan berhenti percaya,” balasnya mantap.
Pesawat lepas landas menembus awan, meninggalkan Arvino berdiri di balik kaca terminal. Namun, di dadanya, tidak ada penyesalan — hanya keyakinan bahwa setiap pertemuan memiliki alasan.
Bayangan yang Tetap Menyala
Tiga tahun berlalu. Arvino kini memimpin tim sendiri, sementara Laras kembali ke tanah air sebagai direktur utama baru. Dunia mereka bertemu lagi dalam suasana berbeda, tapi tatapan di antara mereka masih menyala, masih jujur, dan masih sama kuatnya.
“Kamu makin hebat sekarang,” ujar Laras sambil tersenyum.
“Saya hanya belajar dari guru terbaik,” jawab Arvino.
Dan kali ini, tak ada lagi jarak di antara mereka — hanya dua jiwa yang sama-sama tumbuh, saling menghargai, dan diam-diam tetap saling mengingat.